Jumat, 03 Agustus 2012

Pentingnya Berbakti Terhadap Kedua Orang Tua


Ada setumpuk bukti, bahwa berbakti kepada kedua orang tua –dalam wacana Islam- adalah persoalan utama, dalm jejeran hukum-hukum yang terkait dengan berbuat baik terhadap sesama manusia.

 Allah Subhanahu Wa Ta’ala sudah cukup menegaskan wacana ‘berbakti’ itu, dalam banyak firman-Nya, demikian juga RasulullahSallallahu ’Alaihi Wa Sallam dalam banyak sabdanya, dengan memberikan ‘bingkai-bingkai’ khusus, agar dapat diperhatikan secara lebih saksama. Di antara tumpukan bukti tersebut adalah sebagai berikut:
  1. Allah Subhanahu Wata’alamenggandengkan’ antara perintah untuk beribadah kepada-Nya, dengan perintah berbuat baik kepada orang tua:
“Allah Subhanahu Wata’ala telah menetapkan agar kalian tidak beribadah melainkan kepada-Nya; dan hendaklah kalian berbakti kepada kedua orang tua.” (Al-Israa : 23)
  1.  Allah Subhanahu Wata’alamemerintahkan setiap muslim untuk berbuat baik kepada orang tuanya, meskipun mereka kafir
“Kalau mereka berupaya mengajakmu berbuat kemusyrikan yang jelas-jelas tidak ada pengetahuanmu tentang hal itu, jangan turuti; namun perlakukanlah keduanya secara baik di dunia ini.” (Luqmaan : 15)

Imam Al-Qurthubi menjelaskan, “Ayat di atas menunjukkan diharuskannya memelihara hubungan baik dengan orang tua, meskipun dia kafir. Yakni dengan memberikan apa yang mereka butuhkan. Bila mereka tidak membutuhkan harta, bisa dengan cara mengajak mereka masuk Islam..”
  1. Berbakti kepada kedua orang tua adalah jihad.
Abdullah bin Amru bin Ash meriwayatkan bahwa ada seorang lelaki meminta ijin berjihad kepada Rasulullah Sallallahu ’Alaihi Wa Sallam, Beliau bertanya, “Apakah kedua orang tuamu masih hidup?” Lelaki itu menjawab, “Masih.” Beliau bersabda, “Kalau begitu, berjihadlah dengan berbuat baik terhadap keduanya.” (Riwayat Al-Bukhari dan Muslim)
  1. Taat kepada orang tua adalah salah satu penyebab masuk Surga.
Rasulullah Sallallahu ’Alaihi Wa Sallambersabda, “Sungguh kasihan, sungguh kasihan, sungguh kasihan.” Salah seorang sahabat bertanya, “Siapa yang kasihan, wahai Rasulullah?” Beliau menjawab, “Orang yang sempat berjumpa dengan orang tuanya, kedua-duanya, atau salah seorang di antara keduanya, saat umur mereka sudah menua, namun tidak bisa membuatnya masuk Surga.” (Riwayat Muslim)

Beliau juga pernah bersabda:
“Orang tua adalah ‘pintu pertengahan’ menuju Surga. Bila engkau mau, silakan engkau pelihara. Bila tidak mau, silakan untuk tidak memperdulikannya.” (Diriwayatkan oleh At-Tirmidzi, dan beliau berkomentar, “Hadits ini shahih.” Riwayat ini juga dinyatakan shahih, oleh Al-Albani.) Menurut para ulama, arti ‘pintu pertengahan’, yakni pintu terbaik.
  1. Keridhaan Allah Subhanahu Wata’ala, berada di balik keridhaan orang tua.
“Keridhaan Allah Subhanahu Wata’alabergantung pada keridhaan kedua orang tua. Kemurkaan Allah Subhanahu Wata’ala, bergantung pada kemurkaan kedua orang tua.”
  1. Berbakti kepada kedua orang tua membantu meraih pengampunan dosa.
Ada seorang lelaki datang menemui Rasulullah Sallallahu ’Alaihi Wa Sallam  sambil mengadu, “Wahai Rasulullah! Aku telah melakukan sebuah perbuatan dosa.” Beliau bertanya, “Engkau masih mempunyai seorang ibu?” Lelaki itu menjawab, “Tidak.” “Bibi?” Tanya Rasulullah lagi. “Masih.” Jawabnya. Rasulullah Sallallahu ’Alaihi Wa Sallam bersabda, “Kalau begitu, berbuat baiklah kepadanya.”

Dalam pengertian yang ‘lebih kuat’, riwayat ini menunjukkan bahwa berbuat baik kepada kedua orang tua, terutama kepada ibu, dapat membantu proses taubat dan pengampunan dosa. Mengingat, bakti kepada orang tua adalah amal ibadah yang paling utama.

Perlu ditegaskan kembali, bahwa birrul waalidain (berbakti kepada kedua orang tua), lebih dari sekadar berbuat ihsan (baik) kepada keduanya. Namun birrul walidain memiliki nilai-nilai tambah yang semakin ‘melejitkan’ makna kebaikan tersebut, sehingga menjadi sebuah ‘bakti’. Dan sekali lagi, bakti itu sendiripun bukanlah balasan yang setara untuk dapat mengimbangi kebaikan orang tua. Namun setidaknya, sudah dapat menggolongkan pelakunya sebagai orang yang bersyukur.

Imam An-Nawaawi menjelaskan, “Arti birrul waalidain yaitu berbuat baik terhadap kedua orang tua, bersikap baik kepada keduanya, melakukan berbagai hal yang dapat membuat mereka bergembira, serta berbuat baik kepada teman-teman mereka.”

Al-Imam Adz-Dzahabi menjelaskan bahwa birrul waalidain atau bakti kepada orang tua, hanya dapat direalisasikan dengan memenuhi tiga bentuk kewajiban:
 Pertama: Menaati segala perintah orang tua, kecuali dalam maksiat.
 Kedua: Menjaga amanah harta yang dititipkan orang tua, atau diberikan oleh orang tua.
 Ketiga: Membantu atau menolong orang tua, bila mereka membutuhkan.
  
وَقَضَى رَبُّكَ أَلَّا تَعْبُدُوا إِلَّا إِيَّاهُ وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا إِمَّا يَبْلُغَنَّ عِنْدَكَ الْكِبَرَ أَحَدُهُمَا أَوْ كِلَاهُمَا فَلَا تَقُلْ لَهُمَا أُفٍّ وَلَا تَنْهَرْهُمَا وَقُلْ لَهُمَا قَوْلًا كَرِيمًا (23) وَاخْفِضْ لَهُمَا جَنَاحَ الذُّلِّ مِنَ الرَّحْمَةِ وَقُلْ رَبِّ ارْحَمْهُمَا كَمَا رَبَّيَانِي صَغِيرًا (24)

“Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan "ah" dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia. Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan penuh kesayangan dan ucapkanlah: "Wahai Tuhanku, kasihilah mereka keduanya, sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku waktu kecil." (DQ. Al-Isra: 23-24)

Ini adalah perintah untuk mengesakan Sesembahan, setelah sebelumnya disampaikan larangan syirik. Ini adalah perintah yang diungkapkan dengan kata qadha yang artinya menakdirkan. Jadi, ini adalah perintah pasti, sepasti qadha Allah. Kata qadha memberi kesan penegasan terhadap perintah, selain makna pembatasan yang ditunjukkan oleh kalimat larangan yang disusul dengan pengecualian: “Supaya kamu jangan menyembah selain Dia…” Dari suasana ungkapan ini tampak jelas naungan penegasan dan pemantapan.

Jadi, setelah fondasi diletakkan dan dasar-dasar didirikan, maka disusul kemudian dengan tugas-tugas individu dan sosial. Tugas-tugas tersebut memperoleh sokongan dari keyakinan di dalam hati tentang Allah yang Maha Esa. Ia menyatukan antara motivasi dan tujuan dari tugas dan perbuatan.

Perekat pertama sesudah perekat akidah adalah perekat keluarga. Dari sini, konteks ayat mengaitkan birrul walidain (bakti kepada kedua orangtua) dengan ibadah Allah, sebagai pernyataan terhadap nilai bakti tersebut di sisi Allah:

Setelah mempelajari iman dan kaitannya dengan etika-etika sosial yang darinya lahir takaful ijtima’I (kerjasama dalam bermasyarakat), saat ini kita akan memasuki ruang yang paling spesifik dalam lingkaran interaksi sosial, yaitu Birrul walidain (bakti kepada orang tua). 

“Dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya.”

Dengan ungkapan-ungkapan yang lembut dan gambaran-gambaran yang inspiratif inilah Al-Qur’an Al-Karim menggugah emosi kebajikan dan kasih sayang di dahati anak-anak.

Hal itu karena kehidupan itu terdorong di jalannya oleh orang-orang yang masih hidup; mengarahkan perhatian mereka yang kuat ke arah depan. Yaitu kepada keluarga, kepada generasi baru, generasi masa depan. Jarang sekali kehidupan mengarahkan perhatian mereka ke arah belakang..ke arah orang tua..ke arah kehidupan masa silam..kepada generasi yang telah pergi! Dari sini, anak-anak perlu digugah emosinya dengan kuat agar mereka menoleh ke belakang, ke arah ayah dan ibu mereka.

Sebelum masuk ke inti pembahasan, ada catatan penting yang harus menjadi perhatian bersama dalam pembahasan birrul walidain; ialah Islam tidak hanya menyeru sang anak untuk melaksanakan birrul walidain, namun Islam juga menyeru kepada para walidain (orang tua) untuk mendidik anaknya dengan baik, terkhusus dalam ketaan kepada Allah dan Rasulul-Nya. Karena hal itu adalah modal dasar bagi seorang anak untuk akhirnya menjadi anak sholih yang berbakti kepada kedua orangtuanya. Dengan demikian, akan terjalin kerjasama dalam menjalani hubungan keluarga sebagaimana dalam bermasyarakat.

Gaya bahasa yang digunakan al-Quran dalam memerintahkan sikap bakti kepada orang tua ialah datang serangkai dengan perintah tauhid atau ke-imanan, “Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia“ . Dalam artian setelah manusia telah mengikrakan ke-imanannya kepada Allah, maka manusia memiliki tanggungjawab kedua, yaitu “Dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya”.

Jika kita bertanya, mengapa perintah birrul walidain begitu urgen sehingga ia datang setelah proses penghambaan kepada Allah Subhanahu Wata’ala?? Al-Quran Kembali menjawab

حَمَلَتْهُ أُمُّهُ كُرْهًا وَوَضَعَتْهُ كُرْهًا وَحَمْلُهُ وَفِصَالُهُ ثَلَاثُونَ شَهْرًا

Ibunya mengandungnya dengan susah payah, dan melahirkannya dengan susah payah (pula). Mengandungnya sampai menyapihnya adalah tiga puluh bulan”(Al-Ahqaf: 15) 

Ketika orangtua berumur muda, kekuatan fisik masih mengiringinya, sehingga ia bertanggungjawab untuk mendidik dan membesarkan anak-anaknya. Namuun saat mereka berumur tua renta, dan anaknya sudah tumbuh dewasa berbaliklah roda tanggungjawab itu.

Para pembantu mungkin mampu merawatnya, menunjukkan sesuatu yang tidak lagi bisa dilihatnya, mengambilkan sesuatu yang tidak lagi bisa diambilnya dan mengiringnya dari suatu temnpat ke tempat lain. Namun ada satu hal yang tidak pernah bisa diberikan oleh pembantu, ialah cinta dan kasih sayang. Hanya dari sang buah hatilah rasa cinta dan kasih sayang dapat diraihnya. 

Kedua orang tua secara fitrah akan terdorong untuk mengayomi anak-anaknya; mengorbankan segala hal, termasuk diri sendiri. Seperti halnya tunas hijau menghisap setiap nutrisi dalam benih hingga hancur luluh; seperti anak burung yang menghisap setiap nutrisi yang ada dalam telor hingga tinggal cangkangnya, demikian pula anak-anak menghisap seluruh potensi, kesehatan, tenaga dan perhatian dari kedua orang tua, hingga ia menjadi orang tua yang lemah jika memang diberi usia yang panjang. Meski demikian, keduanya tetap merasa bahagia!

Adapun anak-anak, secepatnya mereka melupakan ini semua, dan terdorong oleh peran mereka ke arah depan. Kepada istri dan keluarga. Demikianlah kehidupan itu terdorong. Dari sini, orang tua tidak butuh nasihat untuk berbuat baik kepada anak-anak. Yang perlu digugah emosinya dengan kuat adalah anak-anak, agar mereka mengingat kewajiban terhadap generasi yang telah menghabiskan seluruh madunya hingga kering kerontang!

Dari sinilah muncul perintah untuk berbuat baik kepada kedua orang tua dalam bentuk qadha dari Allah yang mengandung arti perintah yang tegas, setelah perintah yang tegas untuk menyembah Allah.

Usia lanjut itu memiliki kesan tersendiri. Kondisi lemah di usia lanjut juga memiliki insprasinya sendiri. Kataعندكyang artinya “di sisimu” menggambarkan makna mencari perlindungan dan pengayoman dalam kondisi lanjut usia dan lemah. “Maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan ‘ah’, dan janganlah kamu membentak mereka…” Ini adalah tingkatan pertama di antara tingkatan-tingkatan pengayoman dan adab, yaitu seorang anak tidak boleh mengucapkan kata-kata yang menunjukkan kekesahan dan kejengkelan, serta kata-kata yang mengesankan penghinaan dan etika yang tidak baik. “Dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia.” Ini adalah tingkatan yang paling tinggi, yaitu berbicara kepada orang tua dengan hormat dan memuliakan.

وَاخْفِضْ لَهُمَا جَنَاحَ الذُّلِّ مِنَ الرَّحْمَةِ

“Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan penuh kesayangan…” Di sini ungkapan melembut dan melunak, hingga sampai ke makhluk hati yang paling dalam. Itulah kasih sayang yang sangat lembut, sehingga seolah-olah ia adalah sikap merendah, tidak mengangkat pandangan dan tidak menolak perintah. Dan seolah-olah sikap merendah itu punya sayap yang dikuncupkannya sebagai tanda kedamaian dan kepasrahan .Itulah ingatan yang sarat kasih sayang. Ingatan akan masa kecil yang lemah, dipelihara oleh kedua orang tua. Dan keduanya hari ini sama seperti kita di masa kanak-kanak; lemah dan membutuhkan penjagaan dan kasih sayang. Itulah tawajuh kepada Allah agar Dia merahmati keduanya, karena rahmat Allah itu lebih luas dan penjagaan Allah lebih menyeluruh. Allah lebih mampu untuk membalas keduanya atas darah dan hati yang mereka korbankan. Sesuat yang tidak bisa dibalas oleh anak-anak.

Belaian anak saat orang tua telah berumur lanjut ialah kenikmatan yang tak terhingga. Wajarlah kiranya al-Quran memberikan pengkhususan dalam birrul walidain ini saat kondisi mereka tua renta, yaitu:
  1. Jangan mengatakan kata uffin (ah)
  2. Jangan membentak
  3. Ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia.
 4. Rendahkanlah dirimu terhadap mereka dengan penuh kesayangan
 5.Dan do’akanlah mereka.
Kata uffin dalam bahsa Arab berati ar-rafdu (menolak). Jadi janganlah kita mengatakan kata-kata yang mengandung makna menolak, terkhusus dalam memenuhi kebutuhan mereka. Karena pada umur lanjut inilah kebutuhan mereka memuncak, hampir pada setiap hitungan jam mereka membutuhkan kehadiran kita disisinya.

Sedimikian pentingnya perintah birrul walidain ini, sehingga keridhoan mereka dapat menghantarkan sang anak kedalam surga-Nya. Rasulullah saw bersabda “Barang siapa yang menajalani pagi harinya dalam keridhoan orang tuanya, maka baginya dibukakan dua pintu menuju syurga. Barang siapa yang menjalani sore keridhoan orang tuanya, maka baginya dibukakan dua pintu menuju syurga. Dan barang siapa menjalani pagi harinya dalam kemurkaan orangtuanya, maka baginya dibukakan dua pintu menuju neraka. Dan barang siapa menjalani sore harinya dalam kemurkaan orangtuanya, maka baginya dibukakan dua pintu menuju neraka ”.(HR. Darul Qutni dan Baihaqi)

Dengan demikian merugilah para anak yang hidup bersama orang tuanya di saat tua renta namun ia tidak bisa meraih surga, karena tidak bisa berbakti kepada keduanya. Rasulullah Sallallahu ’Alaihi Wa Sallammengatakan tentang ihwal mereka

عَنْ سُهَيْلٍ عَنْ أَبِيهِ عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- « رَغِمَ أَنْفُهُ ثُمَّ رَغِمَ أَنْفُهُ ثُمَّ رَغِمَ أَنْفُهُ ». قِيلَ مَنْ يَا رَسُولَ اللَّهِ قَالَ « مَنْ أَدْرَكَ وَالِدَيْهِ عِنْدَ الْكِبَرِ أَحَدَهُمَا أَوْ كِلَيْهِمَا ثُمَّ لَمْ يَدْخُلِالْجَنَّةَ ».

“Dari Suhaili, dari ayahnya dan dari Abu Hurairah. Rosulullah Sallallahu ’Alaihi Wa Sallam bersabda : ”Merugilah ia (sampai 3 kali). Para Shahabat bertanya : ”siapa ya Rosulullah?Rosulullah Sallallahu ’Alaihi Wa Sallam bersabda :“Merugilah seseorang yang hidup bersama kedua orang tuanya atau salah satunya di saat mereka tua renta, namun ia tidak masuk surga” (HR. Muslim).

Terkait cara berbakti kepada orang tua, memulai dengan perkataan yang baik. Kemudian diiringi denganmeringankan apa-apa yang menjadi bebannya. Dan bakti yang tertinggi yang tak pernah dibatasi oleh tempat dan waktu ialah DOA. Do’a adalah bentuk bakti anak kepada orang tua seumur hidup-nya. Do’alah satu-satunya cara yang diajarkan Rasulullah Sallallahu ’Alaihi Wa Sallambagi anak-anak yang pernah menyakiti orangtuanya namun mereka meninggal sebelum ia memohon maaf kepadanya.

Dalam hadits yang diriwayatkan oleh Baihaqi, Rasulullah Sallallahu ’Alaihi Wa Sallambersabda : “Bahwasanya akan ada seorang hamba pada hari kiamat nanti yang diangkat derajatnya, kemudian ia berkata “Wahai tuhanku dari mana aku mendapatkan (derajat yang tinggi) ini??. Maka dikatakanlah kepadanya “Ini adalah dari istighfar (doa ampunan) anakamu untukmu” (HR.Baihaqi)

Adapun doa yang diajarkan, ialah sebagaimana termaktub dalam al-Quran :

وَقُلْ رَبِّ ارْحَمْهُمَا كَمَا رَبَّيَانِي صَغِيرً

"Wahai Tuhanku, kasihilah mereka keduanya, sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku waktu kecil” (Al-Isra’: 24).

Itulah ingatan yang sarat kasih sayang. Ingatan akan masa kecil yang lemah, dipelihara oleh kedua orang tua. Dan keduanya hari ini sama seperti kita di masa kanak-kanak; lemah dan membutuhkan penjagaan dan kasih sayang. Itulah tawajuh kepada Allah agar Dia merahmati keduanya, karena rahmat Allah itu lebih luas dan penjagaan Allah lebih menyeluruh. Allah Subhanahu Wata’ala lebih mampu untuk membalas keduanya atas darah dan hati yang mereka korbankan. Sesuat yang tidak bisa dibalas oleh anak-anak.

Al Hafizh Abu Bakar Al Bazzar meriwayatkan dengan sanadnya dari Buraidah dari ayahnya:

“Seorang laki-laki sedang thawaf sambil menggendong ibunya. Ia membawa ibunya thawaf. Lalu ia bertanya kepada NabiSallallahu ’Alaihi Wa Sallam, “Apakah aku telah menunaikan haknya?” Nabi Sallallahu ’Alaihi Wa Sallammenjawab, “Tidak, meskipun untuk satu tarikan nafas kesakitan saat melahirkan.”
  
 Dalam ayat lain Al-Quran mengajar doa yang begitu indah, ialah doa yang mencakup bagi kita, orang tua dan keturunan kita :

رَبِّ أَوْزِعْنِي أَنْ أَشْكُرَ نِعْمَتَكَ الَّتِي أَنْعَمْتَ عَلَيَّ وَعَلَى وَالِدَيَّ وَأَنْ أَعْمَلَ صَالِحًا تَرْضَاهُ وَأَصْلِحْ لِي فِي ذُرِّيَّتِي إِنِّي تُبْتُ إِلَيْكَ وَإِنِّي مِنَ الْمُسْلِمِينَ

"Ya Allah.., tunjukilah aku untuk mensyukuri nikmat Engkau yang telah Engkau berikan kepadaku dan kepada ibu bapakku dan supaya aku dapat berbuat amal yang saleh yang Engkau ridhai; berilah kebaikan kepadaku dengan (memberi kebaikan) kepada anak cucuku. Sesungguhnya aku bertaubat kepada Engkau dan sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang berserah diri." (Al-Ahqaf : 15). Wallahu a’lam.

Sumber : 
http://abdullah-syauqi.abatasa.com/post/kategori/1739/birrul-walidain

Sabtu, 28 Juli 2012

Ubah Musibah Menjadi Keuntungan

Orang yang taqwa akan berusaha merubah kerugian menjadi keuntungan. Sedangkan orang bodoh akan membuat suatu musibah menjadi bencana yang ganda. Ketika Rosulullah SAW diusir dari makkah, beliau memutuskan untuk menetap di Madinah dan kemudian berhasil membangunnya menjadi sebuah negara yang kokoh. As-Sarakhsi pernah dikurung di dasar sumur selama bertahun - tahun, tetapi ditempat itulah ia berhasil mengarangbuku sebanyak dua puluh jilid.

Begitulah : ketika tertimpa suatu musibah, anda harus melihat sisi yang paling terang darinya; ketika seseorang memberi anda segelas air kopi, anda perlu menambah sesendok gula kedalamnya; ketika anda mendapat hadiah seekor ular, ambil saja kulitnya yang mahal dan buanglah yang tak berguna, ketika disengat kalajengking, ketahuilah bahwa sengatan itu sebenarnya memberikan kekebalan pada tubuh anda dari bahaya bisa ular.

Kendalikan diri anda dalam berbagai kesulitan yang anda hadapi.

Dewan Mubaligh Indonesia Edisi 402/Th. 2010

LIfe Skill for Life

Kunci meniti karir adalah kecerdasan, ketekunan dan kejujuran.
Berbohong adalah sukses sesaat,
Kejujuran adalah kesuksesan yang pasti.
Setelah aib terbongkar, baru timbul sedih, menangis dan menyesal.

Rabu, 25 Juli 2012

10 Paket Dibulan Ramadhan

Dalam kehidupan dimasyarakat banyak yang kurang memperhatikan betapa besarnya pahala dan faidah yang dapat diperoleh.

Berikut sepuluh paket dibulan ramadhan :

1.Shaum (Puasa) Ramadhan

Puasa adalah ibadah yang menjadi ‘primadona’ di Bulan Ramadhan. Ibadah inilah yang melekat erat dengan bulan Ramadhan, tak terpisahkan. Itulah kenapa, Ramadhan disebut juga sebagai Syahrush-shiyam (bulan puasa).

Di bulan Ramadhan, puasa menjadi Ibadah wajib bagi orang-orang yang beriman agar dapat meraih gelar taqwa.

“Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa” (QS.Al Baqarah:183)

Secara bahasa, puasa berasal dari kata shiyam yang berarti “menahan diri”. Secara syariat, puasa diartikan sebagai “Berpantang dari yang membatalkannya (puasa) dari sejak terbit fajar hingga tenggelamnya matahari  dengan niat untuk mendapatkan ridho Allah swt.”

Dengan demikian, tentu saja puasa menjadi paket yang bernilai sangat istimewa. Sebab kita tak hanya diwajibkan untuk menahan makan dan minum saja. Namun juga wajib bagi kita menahan diri dari segala hal yang dilarang oleh Allah swt.

2.Qiyam Ramadhan (Shalat Tarawih)

Salah satu cara menghidupkan malam agar kian bermakna adalah dengan mendirikan qiyamullail atau shalat malam. Nah, di bulan Ramadhan ini, shalat malam yang biasanya dilakukan sendiri di sepertiga malam terakhir, dimajukan menjadi selepas Isya dan dilakukan secara berjamaah. Kita mengenalnya dengan shalat Tarawih.

Dari Abu Hurairah ra, bahwa Rasulullah saw bersabda:

“Barang siapa yang melaksanakan qiyam Ramadhan (shalat Tarawih) karena iman kepada Allah dan mengharapkan pahala (hanya dari-Nya) maka akan diampuni dosa-dosanya yang lalu.” (HR.Bukhari)

Tarawih adalah salah satu paket istimewa bagi kaum Muslimin di bulan Ramadhan. Selain ganjaran teramat istimewa yang Allah berikan, dengan melaksanakan Tarawih di bulan Ramadhan diharapkan menjadi kebiasaan bagi umat Islam untuk menjalankan shalat malam di bulan-bulan selain Ramadhan.

3.Tilawah (Membaca dan mentadabburi) Al Qur’an

Ramadhan adalah bulan yang sangat mulia. Padanya diturunkan Alquran. Karena itu,  Ramadhan disebut pula dengan bulannya Al Qur'an (Syahrul Qur’an).

Momentum Ramadhan hendaknya menjadi kesempatan bagi umat Islam untuk memperbanyak amal ibadah, termasuk membaca dan mengamalkan Al Qur'an.

Rasulullah saw bersabda:

“Puasa dan Al Qur'an akan memberikan syafaat kepada seorang hamba di hari kiamat. Puasa berkata, ”Wahai Tuhanku, aku telah menahannya dari makan dan syahwat, maka perkenankanlah aku memberikan syafaat kepadanya.” Sedangkan Al Qur'an berkata, ”Aku telah mencegahnya dari tidur malam, maka perkenankanlah aku memberikan syafaat kepadanya.” (HR Ahmad dan Al-Hakim)

Hadis di atas menjelaskan kepada kita bahwa Al Qur’an dapat memberikan syafaat. Sebab ia telah mencegah seorang hamba dari tidur malam untuk bercengkrama dengannya.

Al Qur'an adalah bacaan yang menjadi teman setia bagi orang-orang beriman di saat-saat menjalankan ibadah puasa.

Jika melihat sejarah salafus saleh dalam berinteraksi dengan Al Qur'an, akan didapati bahwa kita sangat jauh dibandingkan dengan mereka.

Dalam sebuah riwayat disebutkan, Imam Abu Hanifah dalam hidupnya mampu mengkhatamkan Al Qur'an sebanyak enam ribu kali. Utsman ibn Affan mampu mengkhatamkan Al Qur'an setiap harinya. Imam Syafii mengkhatamkan Al Qur'an selama Ramadhan sebanyak enam puluh kali. Imam Qatadah mengkhatamkan Al Qur'an setiap tujuh malam pada hari biasa dan setiap tiga malam pada bulan Ramadhan, sedangkan pada 10 hari terakhir di bulan Ramadhan beliau mengkhatamkan Al Qur'an setiap malam. Imam Ahmad mengkhatamkan Al Qur'an setiap pekannya.

4.Ifthar Shaimin (Memberi Makan Orang Yang Berpuasa)

Bulan Ramadhan adalah kesempatan terbaik untuk beramal. Dengan memberi sesuap nasi, secangkir teh, atau secuil kurma, itu pun bisa menjadi ladang pahala. Maka sudah sepantasnya kesempatan tersebut tidak terlewatkan.

Rasulullah saw bersabda:

“Barangsiapa yang memberi makanan berbuka bagi orang yang berpuasa, maka baginya pahala yang semisal orang yang berpuasa tersebut tanpa mengurangi pahala orang yang berpuasa tersebut sedikit pun.” (HR. Tirmidzi)

Termasuk nikmat dari Allah swt atas hamba-hamba-Nya, Allah mensyariatkan tolong-menolong di atas kebaikan dan ketakwaan. Dan termasuk tolong-menolong dalam kebaikan dan ketakwaan ini adalah memberi makanan berbuka bagi orang yang sedang berpuasa, karena orang yang berpuasa diperintahkan untuk berbuka dan menyegerakan buka puasanya.

Oleh karena itu, sudah sepantasnya bagi kita untuk bersemangat memberikan makanan berbuka bagi orang-orang yang berpuasa dengan kadar semampunya. Terlebih lagi bersamaan dengan butuh dan fakirnya orang yang berpuasa tersebut, atau butuhnya mereka karena mereka tidak menemukan orang yang menyediakan makanan berbuka bagi mereka, atau keadaan lain yang menyerupai ini.

5.Al-Iktsar Fish Shadaqat wal Infaq (Memperbanyak Shadaqah dan Infaq)

Di bulan Ramadhan sangat dianjurkan untuk memperbanyak infaq dan shadaqah, memberi bantuan kepada fakir miskin, dan orang-orang yang membutuhkan, juga memberikan bantuan untuk sarana pembangunan agama, serta memberikan santunan kepada anak yatim.

Rasulullah saw bersabda:

"Seutama-utamanya shadaqah, adalah di bulan Ramadhan." (HR.Tirmidzi)

Allah swt memberikan ganjaran yang berlipat ganda atas shadaqah yang kita lakukan. Setiap keping yang kita nafkahkan dalam kebaikan, akan dilipat gandakan 700 kali lipat. Selain itu, shadaqah juga menjadi jalan  untuk memadamkan kesalahan kita, sebagaimana air memadamkan api.
Rasulullah saw bersabda:

“Puasa itu perisai, sedangkan shadaqah itu memadamkan kesalahan seperti air memadamkan api.” (HR.Tirmidzi)

6.Al-I’tikaf fil ‘Asyril Akhir (I’tikaf Sepuluh Hari Terakhir)

I'tikaf dalam pengertian bahasa berarti berdiam diri yakni tetap di atas sesuatu. Sedangkan dalam pengertian syari'ah agama, I'tikaf berarti berdiam diri di masjid sebagai ibadah yang disunahkan untuk dikerjakan di setiap waktu dan diutamakan pada bulan suci Ramadhan, dan lebih dikhususkan sepuluh hari terakhir untuk mengharapkan datangnya Lailatul Qadr.

Dari Abu Hurairah, ia berkata, “Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa beri’tikaf pada bulan Ramadhan selama sepuluh hari. Namun pada tahun wafatnya, Beliau beri’tikaf selama dua puluh hari” (HR.Bukhari)

Hukum melakukan i’tikaf adalah sunnah muakkad, artinya dikukuhkan pelaksanaannya oleh Rasulullah saw.

Rasulullah saw begitu bersemangat mengamalkannya. Itu berarti ibadah ini pasti sangat tinggi nilainya.

Alasan lainnya adalah pada sepuluh hari terakhir Ramadhan, disebutkan oleh Rasulullah saw, akan tiba malam lailatul qadr atau malam kemuliaan, malam yang lebih baik nilainya dari seribu bulan.

7.Taharri Lailatil Qadr (Mengupayakan Lailatul Qadr Dengan Memperbanyak Ibadah)

Rasulullah saw bersabda,

"Sesungguhnya bulan yang mulia ini telah datang kepada kalian. Di dalamnya ada satu malam yang lebih baik daripada seribu bulan. Barangsiapa terhalang dari mendapatkannya, niscaya telah terhalang dari mendapatkan seluruh kebaikan. Dan tiada orang yang terhalang dari mendapatkannya, kecuali orang-orang yang merugi." (HR. Ibnu Majah)

Lailatul Qadar itu ada hanya sekali dalam setahun, dan hanya khusus terdapat di bulan Ramadhan-nya serta hanya ada di sepuluh malam terakhirnya, tepatnya hanya satu hari saja dan tidak akan pernah berpindah harinya.

Namun, tidak ada satu orang manusia pun tahu Lailatul Qadr jatuh di malam yang mana dari sepuluh malam tersebut.

Namun dengan kesungguhan ibadah di bulan Ramadhan, terutama di sepuluh hari terakhirnya, mudah-mudahan kita dapat meraih Lailatul Qadr. Sebab Rasulullah saw telah mengisyaratkan agar kita mencarinya (Lailatul Qadr) di sepuluh malam terakhir bulan Ramadhan dengan memperbanyak ibadah dan ketaatan kepada Allah swt.

8.Umrah fi Ramadhan (Umrah di Bulan Ramadhan)

“Ibnu Abbas Radhiyallahu ‘anhuma berkata, ‘Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata kepada seorang wanita dari kalangan Anshar, ‘Apa yang menghalangimu untuk haji bersama kami?’ Wanita itu menjawab, ‘Kami mempunyai onta yang kami pergunakan untuk mengairi. Lalu Abu Fulan menaikinya, begitu pula anak onta itu bagi istrinya dan anaknya, dan dia meninggalkan seekor unta agar dipergunakan untuk mengairi’. Beliau berkata, ‘Apabila datang bulan Ramadhan, maka umrahlah pada bulan itu, karena umrah pada bulan Ramadhan serupa dengan haji(HR.Bukhari-Muslim)

Wasiat ini diberikan Nabi saw karena di dalamnya terkandung keutamaan, khususnya pada bulan Ramadhan.

Umrah mempunyai pahala yang agung dan balasan yang melimpah. Ia dapat menghapus kesalahan yang pernah kita lakukan.

Diriwayatkan dari Abu Hurairah, sesungguhnya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

“Umrah hingga umrah berikutnya merupakan penebus kesalahan antara keduanya, dan haji mabrur tidak ada balasan baginya kecuali surga” (HR.Bukhari-Muslim)

Luar biasa bukan keutamaan Umrah di bulan Ramadhan. Tentu saja ibadah yang satu ini dikhususkan bagi kaum Muslimin yang mampu untuk melaksanakannya.

9.Al-Qital fi Sabilillah (Berperang di Jalan Allah)
Pembicaraan tentang bulan Ramadhan tidak lepas dari pembicaraan tentang jihad. Karena tidak sedikit jihad yang dilakukan oleh Rasulullah saw dan para sahabatnya dalam memerangi kekufuran dan kemusyrikan terjadi pada bulan Ramadhan.

Dan setelah beliau, para ulama salaf juga mengikuti jejak tersebut, bahkan hingga hari ini gelora jihad di bulan Ramadhan belum padam, dan tidak akan padam hingga hari kiamat kelak.

Rasulullah saw dan para sahabat tetap menjalankan kewajiban jihad fi sabîlillâh sekalipun saat itu adalah bulan Ramadhan. Pada saat mereka sedang ber¬puasa, di tengah panas terik, lapar dan dahaga, mereka rela menyabung nyawa untuk melaksanakan perintah Allah Subhanahu wa Ta’ala:

“Berangkatlah kamu baik dalam keadaan merasa ringan ataupun merasa berat, dan berjihadlah dengan harta dan dirimu di jalan Allah…” (QS. At-Taubah: 41)

Selain itu, Rasulullah saw mengabarkan bahwa orang yang berpuasa dalam keadaan jihad fi sabîlillâh pasti dijauhkan dari api neraka sejauh-jauhnya.

Diriwayatkan oleh Imam Al-Bukhari, Muslim, dan At-Tirmidzi bahwa Rasulullah saw bersabda:

“Tidaklah seorang hamba berpuasa dalam satu hari dalam jihad fi sabîlillâh melainkan pada hari itu, Allah menjauhkan wajahnya dari neraka sejauh perjalanan 70 tahun.”

Dalam hadits lain disebutkan bahwa Rasulullah saw bersabda:

“Siapa saja yang shaum satu hari di dalam jihad fisabilillah niscaya Allah akan menjauhkan antara dia dan neraka dengan satu parit yang luasnya seluas langit dan bumi.” (HR. Ath-Thabarani)

Jika kemuliaan berjihad di bulan Ramadhan demikian besarnya, beruntunglah saudara-saudara kita yang sedang berjibaku di medan tempur di negeri-negeri mereka yang diserang oleh kaum kafir, seperti di Rohingya, Palestina, Afghanistan, dan Suriah!

Juga beruntunglah setiap penguasa yang tergerak hatinya, atas dasar iman dan kesungguhan mencari ridha Allah swt (imanan wahtisâban) yang rela mengirimkan tentara-tentara muslimin dari angkatan bersenjata yang mereka miliki untuk membebaskan kaum muslimin dan negeri-negeri mereka dari cengkeraman kaum kafir.  Sebab, sudah menjadi kewajiban penguasa muslim untuk menolong saudara-saudara mereka —sekalipun bukan warga negaranya— dari keganasan kaum kafir.

10.Zakatul Fitri (Mengeluarkan Zakat Fitrah)

Zakat merupakan salah satu dari rukun Islam. Allah swt telah mewajibkan bagi setiap muslim untuk mengeluarkannya. Sebagaimana firman Allah swt,

“Sesungguhnya orang-orang yang beriman, mengerjakan amal saleh, mendirikan shalat dan menunaikan zakat, mereka mendapat pahala di sisi Tuhannya. tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati.” (QS.Al Baqarah:277)

Zakat Fitrah adalah zakat yang ditunaikan khusus di bulan Ramadhan. Ibnu Abbas berkata, “Rasulullah saw telah mewajibkan zakat fitrah untuk mensucikan diri orang yang berpuasa dari perkataan kotor dan sia-sia, serta untuk memberi makan orang-orang miskin. Maka siapa yang melakukannya sebelum shalat ‘Id, itulah zakat yang diterima (maqbul). Sedang yang melakukannya setelah shalat ‘Id, maka itu disebut sebagai sekedar shadaqah.” (HR.Abu Dawud, Ibnu Majah, dan Hakim)

Di antara sepuluh paket istimewa pada bulan Ramadhan di atas, paket ke-1 dan ke-10 merupakan paket wajib, yang harus dikerjakan setiap mukmin. Sementara paket-paket yang lain adalah paket pilihan, yang semakin banyak dan maksimal paket tersebut dikerjakan, maka semakin dekat kita dalam meraih hikmah shiyam, yakni meraih derajat taqwa. Wallahu’alam Bish Showwab.

 

Minggu, 15 Juli 2012

Indahnya bulan dalam perbaikan diri

Banyak hal yang perlu di pelajari dalam suatu permasalahan, kadang manusia tidak mengerti apa yang sesungguhnya terjadi padanya

Kewajiban Puasa pada Bulan Ramadhan




Wahai orang-orang yang beriman! Kamu diwajibkan berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang yang dahulu daripada kamu, supaya kamu bertaqwa (Al-Baqarah:183).

(Puasa yang diwajibkan itu ialah beberapa hari yang tertentu; maka sesiapa di antara kamu yang sakit, atau dalam musafir, (bolehlah ia berbuka), kemudian wajiblah ia berpuasa sebanyak (hari yang dibuka) itu pada hari-hari yang lain; dan wajib atas orang-orang yang tidak terdaya berpuasa (kerana tua dan sebagainya) membayar fidyah iaitu memberi makan orang miskin. Maka sesiapa yang dengan sukarela memberikan (bayaran fidyah) lebih dari yang ditentukan itu, maka itu adalah suatu kebaikan baginya; dan (walaupun demikian) berpuasa itu lebih baik bagi kamu daripada memberi fidyah), kalau kamu mengetahui (Al-Baqarah:184).


(Masa yang diwajibkan kamu berpuasa itu ialah) bulan Ramadan yang padanya diturunkan Al-Quran, menjadi petunjuk bagi sekalian manusia, dan menjadi keterangan-keterangan yang menjelaskan petunjuk dan (menjelaskan) perbezaan antara yang benar dengan yang salah. Oleh itu, sesiapa dari antara kamu yang menyaksikan anak bulan Ramadan (atau mengetahuinya), maka hendaklah ia berpuasa bulan itu; dan sesiapa yang sakit atau dalam musafir maka (bolehlah ia berbuka, Kemudian wajiblah ia berpuasa) sebanyak hari yang ditinggalkan itu pada hari-hari yang lain. (Dengan ketetapan yang demikian itu) Allah menghendaki kamu beroleh kemudahan, dan Ia tidak menghendaki kamu menanggung kesukaran. Dan juga supaya kamu cukupkan bilangan puasa (sebulan Ramadan), dan supaya kamu membesarkan Allah kerana mendapat petunjukNya, dan supaya kamu bersyukur (Al-Baqarah:185).


Dan apabila hamba-hambaKu bertanya kepadamu mengenai Aku maka (beritahu kepada mereka): sesungguhnya Aku (Allah) sentiasa hampir (kepada mereka); Aku perkenankan permohonan orang yang berdoa apabila ia berdoa kepadaKu. Maka hendaklah mereka menyahut seruanku (dengan mematuhi perintahKu), dan hendaklah mereka beriman kepadaKu supaya mereka menjadi baik serta betul (Al-Baqarah:186).
Sumber : Al-Quran